Namaku Didi. Sekarang saya berkerja di salah satu perusahaan
multinasional di kota B dan tinggal di daerah J sejak tahun 1995. Cerita
yang akan saya tuturkan di bawah ini adalah kisah nyata yang terjadi
beberapa tahun yang silam. Dulu saya tinggal bersama kedua orang tuaku
di sebuah kompleks kecil milik sebuah instansi pemerintah dan dihuni
oleh beberapa keluarga saja di dalam satu pagar. Tetangga yang paling
dekat dengan kami adalah Om Yan dan Tante Titik yang mempunyai 2 orang
anak laki-laki yang masih kecil-kecil, yang besar berumur 3 tahun dan
yang kecil berumur 1 tahun.
Pada saat saya kelas 3 SMA, Om Yan
secara kebetulan ditugaskan oleh kantornya untuk belajar ke Jepang
(terakhir saya baru tahu kalau Om Yan bertugas selama 1 tahun lebih).
Dan tinggallah Tante Titik dan 2 orang anaknya beserta 1 orang
pembantunya. Keadaan tersebut membuat saya berhasrat untuk selalu
bertandang ke rumahnya dengan alasan ingin bermain dengan kedua anaknya.
Alasan tersebut cukup kuat karena orang tua saya dan Tante Titik tidak
pernah curiga sama sekali. Seringkali saya juga memergoki Tante Titik
sedang berganti pakaian di kamar dengan tidak menutup pintunya, atau
mandi dengan tidak menutup pintunya.
Sampai pada suatu ketika,
saat saya sedang bertandang ke rumahnya dan hanya Tante Titik yang ada
di rumah. Kedua anaknya dan pembantunya di-hijrah-kan ke daerah KD,
sebelah timur kota BT karena Tante Titik sering berpergian. Dan
kebetulan juga orang tua saya saat itu sedang ditugaskan ke luar daerah.
Dengan ikutnya ibu dan kakak saya, yang berarti saya juga hanya tinggal
sendiri di rumah.
Sekedar gambaran, Tante Titik itu mempunyai
tinggi badan sekitar 165 cm, mempunyai pinggul yang besar, buah pantat
yang bulat, pinggang yang ramping, dan perut yang agak rata (ini
dikarenakan senam aerobic, fitness, dan renang yang diikutinya secara
berkala), dengan didukung oleh buah dada yang besar dan bulat
(belakangan saya baru tahu bahwa Tante Titik memakai Bra ukuran 36B
untuk menutupinya). Dengan wajah yang seksi menantang dan warna kulit
yang putih bersih, wajarlah jika Tante Titik menjadi impian banyak
lelaki baik-baik maupun lelaki hidung belang.
Hingga pada suatu
sore, saat saya mendengar ada suara langkah kaki di luar, kemudian saya
intip dari jendela dan ternyata Tante Titik baru pulang. Tidak lama
kemudian saya ingin ke kamar mandi (kamar mandinya terletak di luar
masing-masing rumah dan ada beberapa tempat yang berjejer). Di saat saya
keluar dari kamar mandi, saya berpapasan dengannya. Dia memakai kimono
tipis warna biru muda dengan handuk di pundak dan rambut yang diikat
agak ke atas sehingga leher jenjangnya terlihat seksi sekali. Sedangkan
saya hanya memakai celana pendek tanpa kaos (memang kalau di rumah, saya
jarang memakai kaos/baju).
“Malem Tante”, saya sapa dia agar terlihat agak sopan.
“Malem Mas Dio… kok belum tidur…?” balasnya.
Dan tanpa saya sadari tiba-tiba dia mencekal tangan saya.
“Mas Dio…” katanya tiba-tiba dan terlihat agak sedikit ragu-ragu.
“Ya Tante…?” Jawab saya.
“Eeee… nggak jadi deh…” Jawabnya ragu-ragu.
“Ada yang bisa saya bantu, Tante…? Tanya saya agak bingung karena melihat keragu-raguannya.
“Eeee… nggak kok. Tante cuma mau nanya…” jawabnya dengan ragu-ragu lagi.
“Mas Dio di rumah lagi ngapain sekarang…?” tanya dia.
“Lagi nonton. Emangnya kenapa Tante…?” saya tanya dia lagi.
“Lagi nonton apa sih…?” tanya dia agak menyelidik.
“Lagi nonton BF Tante”, kata saya yang tidak tahu dari mana tiba-tiba saya mendapat keberanian untuk bilang begitu.
“BF…? tanya dia agak kaget.
“Maksudnya Blue Film…?”
“Iya… emangnya ada apa sih Tante? Kalo tidak ada apa-apa saya mau nerusin nonton lagi nih…” kata saya dengan agak memaksa.
“Eeee…
mau bantuin Tante nggak…? Soalnya Tante agak takut sendirian di rumah.
Kalau kamu mau sambil nonton juga boleh kok. Bawa aja filmnya ke rumah,
Tante juga punya beberapa film seperti itu. Nanti Tante temenin
nontonnya deh”, kata dia agak merajuk.
“Iya deh Tante, saya pilihin dulu yang bagus”, kataku tanpa ba bi bu langsung setuju dengan ajakannya.
Pucuk
di cinta ulam tiba, sesuatu yang sangat aku impikan sejak lama untuk
bisa berdua dengan Tante Titik. Hari ini aku akan berdua dengannya
sambil menonton Film Biru dengan harapan bisa melihat keindahan ragawi
seorang wanita yang aku puja-puja dari dulu dan bahkan (mungkin)
merasakan kenikmatannya juga.
Singkat kata saya langsung
memilah-milah video yang bagus-bagus (Maklum, waktu itu masih jamannya
Betamax, belum VCD). Kemudian saya masuk rumah Tante Titik lewat pintu
dapurnya. Saya setel lebih dulu video yang tadi saya tonton dan belum
habis. Beberapa menit kemudian Tante Titik masuk lewat pintu dapur juga
dengan wangi tubuh yang segar, apalagi rambutnya juga kelihatan basah
seperti habis keramas. Saya selidiki tiap sudut tubuhnya yang masih
terbalut kimono tipis biru muda yang agak menerawang tersebut, sehingga
dengan leluasa mata saya melihat puncak buah dadanya karena dia tidak
memakai Bra. Tanpa kusadari, di antara degupan jantungku yang terasa
mulai keras dan kencang, kejantananku juga sudah mulai menegang. Dengan
santai dia duduk tepat di sebelahku, dan ikut menonton film BF yang
sedang berlangsung.
“Cakep-cakep juga yang main…” akhirnya dia memberi komentarnya.
“Dari kapan Mas Dio mulai nonton film beginian…? tanyanya.
“Udah dari dulu Tante…” kataku.
“Mainnya juga bagus dan tidak kasar. Mas Dio udah tahu rasanya belum…? tanya dia lagi.
“Ya belum Tante. Tapi kata temen-temen sih enak. Emang kenapa Tante, mau ngajarin saya yah? Kalau iya boleh juga sih”, kataku.
“Ah Mas Dio ini kok jadi nakal yah sekarang”, katanya sambil mencubit lenganku.
“Tapi bolehlah nanti Tante ajarin biar kamu tahu rasanya”, tambahnya dengan sambil melirik ke arahku dengan agak menantang.
Tidak
lama berselang, tiba-tiba Tante Titik menyenderkan kepalanya ke bahuku.
Seketika itu pula aku langsung kaget dan bingung karena belum pernah
sama sekali melakukan perbuatan itu. Tapi aku hanya bisa pasrah saja
oleh perlakuannya. Sebentar kemudian tangan Tante Titik sudah mulai
mengusap-ngusap daerah tubuhku sekitar dada dan perut (karena lagi-lagi
aku tidak memakai kaos saat itu). Rangsangan yang ditimbulkan dari
usapannya cukup membuat aku nervous karena itu adalah kali pertama aku
diperlakukan oleh seorang wanita, apalagi wanita tersebut tidak lain
adalah Tante Titik. Kejantananku sudah mulai semakin berdenyut-denyut
siap bertempur.
Kemudian Tante Titik mulai menciumi leherku, lalu
turun ke bawah sampai dadaku. Sampai di daerah dada, dia menjilat-jilat
ujung dadaku, secara bergantian kanan dan kiri. Tangan kanan Tante
Titik juga sudah mulai masuk ke dalam celanaku, dan mulai mengusap-usap
kejantananku.
Karena dalam keadaan yang sudah sangat terangsang,
aku mulai memberanikan diri untuk membuka kimono yang dia pakai. Aku
remas payudaranya, dan aku pilin-pilin ujung dari payudara yang berwarna
kecoklatan dan sangat sensitif itu, terkadang aku juga mengusap
ujung-ujung tersebut dengan ujung jariku. “Ssshhh… ya situ sayang…”
katanya setengah berbisik. “Sssshhh… ooohhh…”
Tiba-tiba dia
memaksa lepas celana pendekku, dan diusapnya kejantananku. Akhirnya
bibir kami saling berpagutan dengan penuh nafsu yang sangat membara. Dan
dia mulai menjulur-julurkan lidahnya di dalam mulutku. Sambil berciuman
tanganku mulai bergerilya ke bawah sampai pada permukaan celana
dalamnya, yang rupanya sudah mulai menghangat dan agak lembab. Aku
melepaskan celana dalam Tante Titik, sehingga kami berdua menjadi
telanjang bulat. Kutempelkan jariku di ujung atas permukaan kemaluannya.
Dia kelihatan agak kaget ketika merasakan jariku bermain di daerah
seputar klitorisnya. Lama kelamaan Aku masukkan satu jariku, lalu jari
kedua dan kemudian aku tambah satu jari lagi sehingga menjadi tiga ke
dalam liang kemaluannya. “Aaahhh… ssshhh… ooohhh… terus sayang… terus….”
bisik Tante Titik.
Ketika jariku terasa mengenai akhir
lubangnya, tubuhnya terlihat agak bergetar. “Ya… terus sayang… terus…
aaahhh… ssshhh… ooohhh… aaahhh… terus… sebentar lagi… teruusss… ooohhh…
aaahhh… aaarrgghhh…” kata Tante Titik.
Seketika itu pula dia
memeluk tubuhku dengan sangat erat sambil menciumku dengan penuh nafsu.
Aku merasakan bahwa tubuhnya agak bergetar (yang kemudian baru aku tahu
bahwa dia sedang mengalami orgasme). Beberapa saat tubuhnya
mengejang-ngejang menggelepar dengan hebatnya. Yang diakhiri dengan
terkulainya tubuh Tante Titik yang terlihat sangat lemas di sofa.
“Saya kapan Tante, kan saya belum…?” Rujukku.
“Nanti dulu yah sayang, sebentar… beri Tante waktu untuk istirahat sebentar aja”, kata Tante Titik.
Tapi
karena sudah sangat terangsang, kuusap-usap bibir kemaluannya sampai
mengenai klitorisnya, aku dekati payudaranya yang menantang itu sambil
kujilati ujungnya, sesekali kuremas payudara yang satunya. Sehingga
rupanya Tante Titik juga tidak tahan menerima paksaan
rangsangan-rangsangan yang kulakukan terhadapnya. Sehingga sesekali
terdengar suara erangan dan desisan dari mulutnya yang seksi. Aku
usap-usapkan kejantananku yang sudah sangat amat tegang di bibir
kemaluannya sebelah atas. Sehingga kemudian dengan terpaksa dia
membimbing batang kemaluanku menuju lubang kemaluannya. Pelan-pelan saya
dorong kejantananku agar masuk semua.
Kepala kejantananku mulai
menyentuh bibir kewanitaan Tante Titik. “Ssshhh…” rasanya benar-benar
tidak bisa kubayangkan sebelumnya. Lalu Tante Titik mulai menyuruhku
untuk memasukan kejantananku ke liang kewanitaannya lebih dalam dan
pelan-pelan. “Aaahhh…” baru masuk kepalanya saja aku sudah tidak tahan,
lalu Tante Titik mulai menarik pantatku ke bawah, supaya batang
kejantananku yang perkasa ini bisa masuk lebih dalam. Bagian dalam
kewanitaannya sudah terasa agak licin dan basah, tapi masih agak seret,
mungkin karena sudah lama tidak dipergunakan. Namun Tante Titik tetap
memaksakannya masuk. “Aaagghhh…” rasanya memang benar-benar luar biasa
walaupun kejantananku agak sedikit terasa ngilu, tapi nikmatnya luar
biasa. Lalu terdengar suara erangan Tante Titik.
Lalu Tante Titik
mulai menyuruhku untuk menggerakkan kemaluanku di dalam kewanitaannya,
yang membuatku semakin gila. Ia sendiri pun mengerang-ngerang dan
mendesah tak karuan. Beberapa menit kami begitu hingga suatu saat,
seperti ada sesuatu yang membuat liang kewanitaannya bertambah licin,
dan makin lama Tante Titik terlihat seperti sedang menahan sesuatu yang
membuat dia berteriak dan mengerang dengan sejadi-jadinya karena tidak
kuasa menahannya. Dan tiba-tiba kemaluanku terasa seperti disedot oleh
liang kewanitaan Tante Titik, yang tiba-tiba dinding-dinding
kewanitaannya terasa seperti menjepit dengan kuat sekali. Aduuuh… kalau
begini aku makin tidak tahan dan… “Aaarrggghhh… sayaang… Tante keluar
lagiii…” jeritnya dengan keras, dan makin basahlah di dalam kewanitaan
Tante Titik, tubuhnya mengejang kuat seperti kesetrum, ia benar-benar
menggelinjang hebat, membuat gerakannya semakin tak karuan. Dan akhirnya
Tante Titik terkulai lemas, tapi kejantananku masih tetap tertancap
dengan mantap.
Aku mencoba membuatnya terangsang kembali karena
aku belum apa-apa. Tangan kananku meremas payudaranya yang sebelah
kanan, sambil sesekali kupilin-pilin ujungnya dan kuusap-usap dengan
ujung jari telunjukku. Sedang payudara kirinya kuhisap sambil menyapu
ujungnya dengan lidahku. Tiba-tiba seperti ada sesuatu yang keluar dan
terasa hambar dari ujung payudaranya, yang ternyata susu. “Ssshh… shhh…”
desahan Tante Titik sudah mulai terdengar lagi. Aku memintanya untuk
berganti posisi dengan doggy style. Awalnya dia menolak dengan alasan
belum pernah bersetubuh dengan gaya itu, setelah aku beritahu alasanku,
akhirnya dia mau juga dengan berpesan agar aku tidak memasukkan air
maniku ke dalam liang kewanitaannya.
Aku mencoba untuk menusukkan
kejantananku ke dalam liang kewanitaannya, pelan tapi pasti. Kepala
Tante Titik agak menengok ke belakang dan matanya melihat mataku dengan
sayu, sambil dia gigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit yang
timbul. Sedikit demi sedikit aku coba untuk menekannya lebih dalam.
Kejantananku terlihat sudah tertelan semuanya di dalam kewanitaan Tante
Titik, lalu aku mulai menggerakkan kejantananku perlahan-lahan sambil
menggenggam buah pantatnya yang bulat. Dengan gaya seperti ini, desahan
dan erangannya lebih keras, tidak seperti gaya konvensional yang tadi.
Aku
terus menggerakkan pinggulku dengan tangan kananku yang kini meremas
payudaranya, sedangkan tangan kiri kupergunakan untuk menarik rambutnya
agar terlihat lebih merangsang dan seksi. “Ssshhh… aaarrgghhh… ooohh…
terus sayaaang… terus… aaarrrggghhh… ooohhh…” Tante Titik terus
mengerang.
Beberapa menit berlalu, kemudian Tante Titik merasa
akan orgasme lagi sambil mengerang dengan sangat keras sehingga tubuhnya
mengejang-ngejang dengan sangat hebat, dan tangannya mengenggam
bantalan sofa dengan sangat erat. Beberapa detik kemudian bagian depan
tubuhnya jatuh terkulai lemas menempel pada sofa itu sambil lututnya
terus menyangga pantatnya agar tetap di atas. Dan aku merasa
kejantananku mulai berdenyut-denyut dan aku memberitahukan hal tersebut
padanya, tapi dia tidak menjawab sepatah kata pun. Yang keluar dari
mulutnya hanya desahan dan erangan kecil, sehingga aku tidak berhenti
menggerakkan pinggulku terus.
Aku merasakan tubuhku agak
mengejang seperti ada sesuatu yang tertahan, sepertinya semua
tulang-tulangku akan lepas dari tubuhku, tanganku menggenggam buah
pantat Tante Titik dengan erat, yang kemudian diikuti oleh keluarnya
cairan maniku di dalam liang kewanitaan Tante Titik. Mata Tante Titik
terlihat agak terbelalak ketika merasakan ada cairan yang memenuhi
bagian dalam dari kewanitaannya. Sesaat kemudian aku ambruk di atas
tubuhnya, tubuhku terasa sangat lemas sekali. Setelah kami berdua merasa
agak tenang, aku melepaskan kejantananku dari liang nikmat milik Tante
Titik.
Dengan agak malas Tante Titik membalikkan tubuhnya dan
duduk di sampingku sambil menatap tajam mataku dengan mulut yang agak
terbuka, sambil tangan kanannya menutupi permukaan kemaluannya.
“Kok dikeluarin di dalem sih Mas Dio…? tanyanya dengan suara yang agak bergetar.
“Tadi
kan saya sudah bilang ke Tante, kalau punya saya berdenyut-denyut, tapi
Tante nggak ngejawab sama sekali…” kataku membela diri.
“Ya kan terasa kalau sudah mau keluar…” katanya.
“Saya mana tahu rasanya kalau mau keluar… ini kan yang pertama buat saya. Jadi saya belum tahu rasanya…” jawabku.
“Terus entar kalau jadi gimana?” katanya lagi.
“Ngggaakk tahu Tante…” jawabku dengan suara yang agak terbata-bata karena takut dengan resiko tersebut.
“Ya
sudahlah… tapi lain kali kalau sudah kerasa kayak tadi itu langsung
buru-buru dicabut dan dikeluarkan di luar ya…?” katanya menenangkan
diriku yang terlihat takut.
“I… iiya Tante…” jawabku sambil menunduk.
Lalu
Tante Titik berdiri menghampiri video dan TV yang masih menyala, dan
mematikannya. Kemudian tangannya dijulurkan, mengajakku pindah ke kamar
untuk tidur. Akhirnya kami tertidur pulas sampai pagi sambil saling
berdekapan dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun.
Itulah
awal dari perbuatan-perbuatan saya bersama Tante Titik. Selama hampir 2
tahun Tante Titik memberi saya banyak pelajaran dan kenikmatan yang
sangat luar biasa. Terkadang jika Tante Titik sedang sangat
menginginkannya, aku selalu siap melayaninya, kecuali jika keadaanku
sedang tidak fit atau sedang ada keperluan keluarga atau sekolah. Dan
jika aku yang sedang menginginkannya, Tante Titik sangat tidak keberatan
melayaniku, bahkan dia terlihat sangat senang. Tidak jarang aku diajak
pergi untuk melakukan fitness atau olah raga atau hanya sekedar
jalan-jalan atau ngerumpi bersama teman-temannya. Akhirnya aku baru tahu
kalau Tante Titik sebenarnya sangat haus akan seks, dia adalah wanita
yang bertipe agak mendewakan seks. Dan dia akan melakukan apa saja demi
seks. Tapi sebenarnya pula dia tidak begitu kuat dalam bersetubuh,
sehingga dia bisa berkali-kali mengeluarkan cairannya dan berkali-kali
pula tubuhnya terkulai lemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar